Pendahuluan: Dari Semangat Nasional ke Semangat Pribadi
Setiap kali kita memperingati Hari Sumpah Pemuda, biasanya pikiran kita langsung tertuju pada perjuangan besar — bendera, sumpah, dan sejarah 1928. Tapi lewat pidato Erick Thohir di Hari Sumpah Pemuda 2025, muncul pesan yang lebih dekat dengan kehidupan kita sehari-hari: bahwa perjuangan zaman sekarang bukan lagi tentang bambu runcing, melainkan tentang ilmu, kerja keras, dan kejujuran.
Kalimat sederhana itu seolah mengingatkan bahwa semangat Sumpah Pemuda bukan hanya milik bangsa, tapi juga milik diri kita masing-masing. Bahwa membangun Indonesia bisa dimulai dengan membangun diri sendiri — menjadi pribadi yang terus belajar, jujur, dan gigih dalam menghadapi tantangan.
Makna “Berjuang dengan Ilmu” di Zaman Sekarang
Dulu, para pemuda berjuang dengan senjata dan keberanian. Sekarang, perjuangan kita adalah tentang berilmu dan berpikir kritis. Dunia bergerak cepat, teknologi berkembang setiap hari, dan informasi datang tanpa henti. Dalam situasi seperti ini, kemampuan untuk terus belajar menjadi bentuk perjuangan baru.
“Berjuang dengan ilmu” berarti punya semangat lifelong learning — belajar sepanjang hayat. Ilmu bukan hanya tentang gelar, tapi tentang bagaimana kita memahami dunia dan beradaptasi dengan perubahan. Belajar bisa dari mana saja: kursus daring, membaca buku, menonton video edukatif, atau berdiskusi dengan orang yang berbeda pandangan.
Ilmu memberi kita kebebasan. Dengan ilmu, kita bisa memilih jalan hidup dengan lebih sadar. Dan dengan terus belajar, kita menolak untuk menyerah pada kebodohan atau ketakutan. Seperti pesan Erick Thohir, pemuda yang berilmu adalah pemuda yang siap menulis sejarahnya sendiri.
Kejujuran Sebagai Dasar Pengembangan Diri
Kalimat “mengangkat kejujuran” dalam pidato Erick Thohir punya makna yang dalam. Di tengah dunia digital yang penuh pencitraan, kejujuran adalah bentuk keberanian. Jujur pada orang lain memang penting, tapi jujur pada diri sendiri jauh lebih menantang.
Kejujuran dalam pengembangan diri berarti berani mengakui kelemahan, menerima kegagalan, dan tidak berpura-pura menjadi orang lain. Banyak orang berhenti tumbuh bukan karena mereka tidak mampu, tapi karena mereka takut terlihat lemah. Padahal, dari kejujuran itulah pertumbuhan sejati dimulai.
Menjadi jujur juga berarti tidak mencari jalan pintas — tidak meniru karya orang lain, tidak memanipulasi hasil, dan tidak menghalalkan segala cara untuk terlihat sukses. Dunia mungkin menghargai hasil, tapi hidup akan menghargai proses. Dan hanya mereka yang jujur dalam prosesnya yang bisa menikmati hasilnya dengan tenang.
Kerja Keras dan Konsistensi: Senjata Pemuda Masa Kini
Tidak ada pengembangan diri tanpa kerja keras. Dalam pidatonya, Erick Thohir menegaskan bahwa meskipun dunia bergerak cepat, Indonesia tidak boleh kalah. Kalimat itu bisa kita terjemahkan secara pribadi sebagai: “Saya tidak boleh kalah dengan rasa malas, ragu, atau putus asa.”
Kerja keras tidak selalu berarti bekerja tanpa henti, tetapi tentang konsistensi. Tentang datang lagi dan lagi, meskipun hasil belum terlihat. Tentang percaya bahwa langkah kecil yang dilakukan terus-menerus akan membawa kita lebih dekat pada tujuan besar.
Jika dulu pahlawan mengangkat senjata, maka pemuda masa kini mengangkat habit tracker, buku catatan, atau laptop — alat-alat perjuangan modern untuk membangun masa depan. Dalam dunia yang menuntut segalanya serba cepat, konsistensi adalah bentuk perlawanan yang paling tenang sekaligus paling kuat.
Bergerak dan Bersatu: Pengembangan Diri yang Berdampak Sosial
Mengembangkan diri bukan berarti hanya fokus pada diri sendiri. Justru, semakin kita tumbuh, semakin besar tanggung jawab kita untuk memberi dampak bagi sekitar. Erick Thohir menyebutkan bahwa Indonesia butuh pemuda yang empatik — yang mencintai tanah air lewat tindakan nyata.
Kita bisa memulainya dengan hal kecil: berbagi ilmu di media sosial, membantu teman belajar, bergabung dalam komunitas sosial, atau menjadi relawan di kegiatan lingkungan. Pengembangan diri sejati terjadi ketika ilmu dan kejujuran yang kita miliki mulai menular pada orang lain. Saat kita bergerak bersama, kita tidak hanya memperbaiki diri, tapi juga memperbaiki bangsa.
Penutup: Membangun Indonesia dari Dalam Diri
Pesan “Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu” yang diusung pada Sumpah Pemuda 2025 seharusnya tidak berhenti di spanduk atau panggung upacara. Ia harus hidup di dalam diri kita — di cara kita berpikir, bekerja, dan bermimpi.
Berjuang dengan ilmu berarti terus belajar tanpa lelah. Berjuang dengan kejujuran berarti menjaga integritas meski tak ada yang melihat. Dan berjuang dengan kerja keras berarti tetap melangkah meski hasilnya belum terlihat.
Indonesia yang besar berawal dari pemuda yang mau memperbesar dirinya — bukan egonya, tapi ilmunya, kejujurannya, dan semangatnya.
Karena sesungguhnya, membangun bangsa dimulai dari keberanian membangun diri sendiri.
